
Oleh : Iredho Fani Reza, MA.Si*
*Dosen Universitas Islam Negeri Raden Fatah Palembang
*Ketua API Himpsi Sumsel Periode 2019-2023
Korespondensi : iredhofanireza_uin@radenfatah.ac.id
Artikel ini telah lulus Uji Plagiarism Check menggunakan Turnitin dengan index Similarity 11 %
(Hasil Uji Plagiarism Check.pdf)
Apakah anda sudah mengetahui apa itu Toxic Friendship ? Jika sudah mengetahui, bagaimana karakteristiknya ? Apa dampak dari Toxic Friendship ? Apakah ada lawan dari Toxic Friendship ? Kenapa Terjadi Toxic Friendship ? Bagaimana membangun Friendhsip yang sehat dalam analisis Psikologi Islam ? Setidaknya enam pertanyaan itu akan terjawab di dalam artikel yang merupakan hasil Diskusi Online yang diselenggarakan oleh IMAMUPSI (Ikatan Mahasiswa Muslim Psikologi) pada Hari Sabtu, 8 Agustus 2020, melalui media Zoom dengan Narasumber Iredho Fani Reza, MA.Si (Dosen Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Raden Fatah Palembang).
Dalam mengkaji Toxic Friendship di dalam artikel ini. Dilakukan pengkajian dengan mengkombinasikan antara pendapat konvensional para ahli dengan tinjauan analisis dalam perspektif Psikologi Islam. Dikarenakan, term Toxic Friendship, secara khusus kata tersebut lahir dalam kajian Psikologi Konvensional (Para ahli Barat).
Term Toxic Friendship, bagi sebagian besar orang, belum familiar di dengar. Akan tetapi, sebagian lainnya, term ini dilakukan beberapa kajian ilmiah dengan tema Toxic Friendship. Apa itu Toxic Friendship ? Menurut Prof. Victoria Andrea Muñoz Serra, Toxic Friendship adalah mereka yang mengatakan kata menjadi teman Anda, tetapi tindakannya akan menimbulkan rasa sakit, karena perilaku mereka bukanlah yang Anda harapkan dalam sebuah persahabatan. Singkatnya Toxic Friendship adalah “Persahabatan yang Beracun”.
Bagaimana tanda seseorang sedang berada dalam Toxic Friendship ? Sebagaimana yang diungkapkan oleh Susan Heitler, PhD mengungkapkan 8 tanda seseorang berada dalam Toxic Friendship diantaranya: 1) Menganggap “Persaingan”; 2) Ketidakseimbangan dalam waktu bersama; 3) Memberikan kritik dengan merasa benar sendiri; 4) Intensitas interaksi; 5) Meminta anda untuk berubah; 6) Baik jika anda baik dan sebaliknya berubah menjadi buruk jika tidak sesuai; 7) Tidak dapat mengungkapkan emosional yang sedang di alami; 8) Memperburuk kondisi stress yang anda alami.
Setelah mengetahui tanda dari Toxic Friendship, apa dampak dari Toxic Friendship itu sendiri ? Sebagaimana yang diungkapkan oleh Dr. Primatia Yogi Wulandari, M.Si, bahwa Toxic Friendship jika dibiarkan secara periodik akan menyebabkan: 1) Mampu membuat seseorang merasa stres; 2) Sedih; 3) Cemas; 4) Meragukan diri sendiri; 5) Merasa disalahgunakan; 6) Merasa tidak menjadi diri sendiri; 7) Hilang kepercayaan; 8) Hingga membuat individu selalu merasa dimanfaatkan karena terus melakukan giving.
Sekarang, bagaimana term Toxic Friendship dalam perspektif Psikologi Islam ? Apakah terdapat kata yang sama untuk mengungkapkan Toxic Friendship itu sendiri dalam tinjauan Psikologi Islam ? Dalam menjawab pertanyaan ini, diperlukan klasifikasi terlebih dahulu term-term yang terdapat dalam kajian Ke-Islaman yang menyatakan unsur pertemanan maupun persahabatan. Terdapat beberapa term yang mengungkapkan kata pertemanan diantaranya: 1) Wali adalah teman yang melindungi (QS. al-Baqarah [2]: 257); 2) Hamim adalah seorang teman yang hangat (QS. Fushshilat [41]: 34); 3) Shadiq yang berarti kejujuran (QS. asy-Syu’ara [26]: 99-101); 4) Shahib adalah teman keseharian yang baik (QS. at-Takwir [81]: 22); 5) Walijah ialah orang yang masuk ke dalam kehidupan pribadi Anda (QS. at-Taubah [9]: 16); 6) Khadzul Ini adalah jenis pertemanan yang fana, penuh kepalsuan (QS. al-Furqan [25]: 29); 7) Qarin adalah teman yang selalu jalan keluar bareng dengan kawannya (QS. ash-Shaffat [37]: 51); 8) Khalil adalah seseorang yang terus-menerus menyokong kawannya (QS. an-Nisa [4]: 125).
Berdasarkan tinjauan dari al-Qura’an terhadap delapan term yang bermakna kata pertemanan ataupun persahabatan. Jika di analisis lebih dalam dari delapan kata tersebut, maka term Toxic Friendship memiliki korelasi dengan term kata Khadzul (QS. al-Furqan [25]: 29) “Sesungguhnya dia telah menyesatkan aku dari Al Quran ketika Al Quran itu telah datang kepadaku. Dan adalah syaitan itu tidak mau menolong manusia”. Jika melihat kata Khadzul cenderung menunjukkan kesamaan dengan term Toxic Friendship. Memang hal ini diperlukan kajian lebih lanjut, apakah kata Khadzul disini dapat dimaknai sebagai term kata Toxic Friendship dalam persepktif Psikologi Islam. Karena sampai saat artikel ini diterbitkan. Belum ditemukan artikel maupun karya ilmiah lainnya yang mengungkapkan secara nyata bahwa Khadzul merupakan pemaknaan kata dari Toxic Friendship.
Apakah terdapat lawan dari Toxic Friendship ini sendiri ? Ada, salah satu term yang cenderung menjadi lawan dari Toxic Friendship yaitu Good Friendship yaitu “Persahabatan yang Baik”. Dalam perspektif Psikologi Islam terdapat beberapa kriteria seseorang dinyatakan merupakan Good Friendship diantaranya: 1) Melindungi (QS. al-Baqarah [2]: 257); 2) Bersikap hangat (QS. Fushshilat [41]: 34); 3) Bersikap Jujur (QS. asy-Syu’ara [26]: 99-101); 4) Bersikap baik (QS. at-Takwir [81]: 22); 5) Dapat Dipercaya (QS. at-Taubah [9]: 16); 6) Memiliki kesamaan (QS. ash-Shaffat [37]: 51); 7) Mendukung (QS. an-Nisa [4]: 125).
Kenapa Toxic Friendship dapat terjadi ? Berikut analisis Psikologi Islam, kenapa Toxic Friendship dapat terjadi. Menurut Prof. Dr. Achmad Mubarok, MA bahwa manusia memang memiliki desain kejiwaan yang sempurna, memiliki potensi untuk memahami kebaikan dan kejahatan, dua potensi ini bisa ditingkatkan kualitasnya menjadi suci dan tercemar (QS. As-Syams [91]: 7-10). Dua potensi yang ada pada diri manusia ini, menyebabkan daya tarik menarik diantaranya. Oleh karena itu, diperlukan pengembangan terhadap masing-masing potensi yang ada pada manusia ini yaitu potensi baik perlu ditingkatkan dan potensi buruk perlu dikendalikan agar tidak meningkat. Begitupun yang ada pada Toxic Friendship, diperlukan pengendalian terhadap diri agar tidak menjadi suatu ikatan yang Toxic dalam pershabatan.
Oleh karena itu, perlu cara untuk membangun persahabatan yang sehat. Dalam perspektif Psikologi Islam, terdapat cara untuk meningkatkan persahabatan yang sehat. Jika ini dilakukan dapat menciptakan keharmonisan social. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Dr. Abdullah Nashih Ulwan, bahwa Setiap manusia memiliki kewajiban untuk menanamkan dasar-dasar kejiwaan yang mulia dalam bersosial, yaitu: 1) Takwa; 2) Ukhuwah; 3) Kasih saying; 4) Mementingkan orang lain daripada diri sendiri; 5) Memaafkan; 6) Berani berkata benar.
Oleh karena itu, semangat bersosial harus ditingkatkan. Walaupun potensi baik buruk terdapat pada diri manusia. Prof. Mubarok juga mengungkapkan bahwa manusia merupakan makhluk social yang memang akan melakukan kerjasama dan persaingan. Jika kedua hal itu dilakukan secara adil akan menciptakan keharmonisan social, dan sebaliknya jika dilakukan tidak adil akan menciptakan konflik sosial. Semoga kita semua dapat terhinda dari Toxic Friendship, dengan meningkatkan semangat jiwa bersosial.
REFERENSI:
Arifia, I. (n.d.). Merasa Terjebak dalam Toxic Friendship?? Berikut Cara Mengatasinya. UNAIR NEWS.
Heitler, S. (n.d.). 8 Signs of a Toxic Friendship | Psychology Today. Psychology Today. Retrieved August 8, 2020, from https://www.psychologytoday.com/us/blog/resolution-not-conflict/201603/8-signs-toxic-friendship
Mubarok, A. (2002). Sunnatullah Dalam Jiwa Manusia Sebuah Pendekatan Psikologi Islam. IIIT Indonesia.
Mubarok, A. (2009a). Akhlak Mulia Sebagai Konsep Pembangunan Karakter. GMPAM, YPC, WAP.
Mubarok, A. (2009b). Psikologi Islam Kearifan dan Kecerdasan Hidup. IIIT Indonesia dan Wahana Aksara Prima.
Serra, V. A. M. (n.d.). TOXIC PEOPLE. Retrieved August 8, 2020, from https://www.victoria-andrea-munoz-serra.com/COACHING_INTEGRAL/TOXIC_PEOPLE.pdf
Ulwan, A. N. (1990). Pendidikan Anak Menurut Islam Pendidikan Sosial Anak. Rosda Karya.